Jawaban:
Pelaksanaan demokrasi pada masa orde baru tidak dilaksanakan dengan demokratis. Banyak kecurangan yang terjadi pada pemilu di masa orde baru. Partai partai politik yang ada pada masa orde baru pun hanya dibatasi 3, Golkar, PDIP dan P3. Dan yang selalu menjadi pemenang dalam pemilu adalah Golkar.
Di akhir masa pemerintahan orde baru, masyarakat memberontak. Pemberontakan muncul dimana mana akibat kecurangan dalam pelaksanaan hak demokrasi.
Penjelasan:
Era pemerintahan pada masa Soeharto dikenal sebagai Orde Baru dengan konsep Demokrasi Pancasila. Visi utama pemerintahan Orde Baru ini adalah untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Dengan visi tersebut, Orde Baru memberikan harapan bagi rakyat Indonesia. Terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik.
Perubahan politik dari yang bersifat otoriter pada masa demokrasi terpimpin di bawah Presiden Soekarno menjadi lebih demokratis pada Orde Baru.
Rakyat percaya terhadap pemerintahan Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto atas dasar beberapa hal, yaitu:
1. Soeharto sebagai tokoh utama Orde Baru dipandang sebagai sosok pemimpin yang mampu mengeluarkan bangsa Indonesia dari keterpurukan.
2. Soeharto berhasil membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menjadi musuh Indonesia pada masa ini.
3. Soeharto berhasil menciptakan stabilitas keamanan Indonesia pasca pemberontakan PKI dalam waktu relatif singkat.
Tetapi harapan rakyat tersebut tidak sepenuhnya terwujud. Karena sebenarnya tidak ada perubahan subtantif dari kehidupan politik Indonesia.
Antara Orde Baru dan Orde lama sebenarnya sama-sama otoriter. Dalam perjalanan politik pemerintahan Orde Baru, kekuasaan Presiden merupakan pusat dari seluruh proses politik di Indonesia. Lembaga kepresidenan adalah pengontrol utama lembaga negara lain yang bersifat suprastruktur (DPR, MPR, DPA, BPK, dan MA) maupun infrastruktur (LSM, Partai Politik dan sebagainya).
Soeharto mempunyai sejumlah legalitas yang tidak dimiliki oleh siapa pun seperti Pengemban Supersemar, Mandataris MPR, Bapak Pembangunan dan Panglima Tertinggi ABRI.
Berdasarkan kondisi tersebut, pelaksanaan demokrasi Pancasila masih jauh dari harapan. Pelaksanaan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekuen hanya dijadikan alat politik penguasa. Kenyataan yang terjadi, pelaksanaan Demokrasi Pancasila sama dengan kediktatoran.