[tex] \huge \mathfrak{Pertanyaan}[/tex]
- saat ini limbah perkotaan hanya mampu tertangani sekitar...%
[tex] \huge \mathfrak{Jawaban}[/tex]
Jawaban : A. 10%
[tex] \huge \mathfrak{Pendahuluan}[/tex]
Pada tahun 2005, gunungan sampah di TPA Leuwi Gajah longsor menimbun dua perkampungan warga hingga menewaskan ratusan jiwa. Sejak bencana tersebut, 21 Februari dicetuskan sebagai Hari Peduli Sampah Nasional, sebagai pengingat kondisi persampahan di Indonesia. Kini, sudah 11 tahun sejak peristiwa berlalu, perubahan apa yang terjadi? Ironinya, volume sampah di Indonesia justeru kian meningkat dari tahun ke tahun. Sampah-sampah di TPA semakin menggunung melebihi kapasitasnya.
[tex] \huge \mathfrak{Pembahasan}[/tex]
MENYOAL masalah sampah sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita. Selintas akan timbul di benak kita bahwa sampah adalah sebuah kotoran, setumpuk limbah, sekumpulan berbagai macam benda yang telah dibuang, dan tentu menimbulkan aroma tidak sehat untuk udara di sekitarnya. Dengan kata lain, sampah dapat diartikan sebagai material sisa yang tidak diinginkan dan cenderung merusak lingkungan.
Kuantitas sampah merupakan salah satu dari sekian banyak masalah sosial yang terjadi pada masyarakat. Masalah ini semakin merebak di lini perkotaan. Masyarakat kota ataupun daerah yang padat penduduk pasti menghasilkan sampah yang tak terhitung jumlahnya.
Ada anggapan sebagian masyarakat bahwa sampah bukanlah menjadi masalah. Hal inilah yang sangat mengkhawatirkan, karena sampah merupakan masalah paling besar terhadap lingkungan. Masyarakat perkotaan banyak membuang sampah di sungai dan selokan air, dari pada di tempat sampah. Ironisnya, praktek antipati terhadap lingkungan sekitar ini masih terus berlanjut hingga sekarang.
Prilaku Antipati Masyarakat
Sampah merupakan hasil perbuatan manusia. Pada dasarnya, banyak aktifitas manusia yang menghasilkan sampah, baik dari hasil kegiatan maupun limbah rumah tangga. Kita tidak pula menafikan bahwa sebagian masyarakat masih memiliki pemikiran bahwa membuang sampah sembarangan merupakan hal yang wajar dan tidak salah. Faktornya tidak lain dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, bisa berasal dari keluarga, pendidikan, maupun lingkungan kerja.
Ketidakpedulian masyarakat mengenai sampah dan penanganannya akan bermuara pada timbulnya ragam penyakit di tengah-tengah lingkungan. Sampah yang berlebih akan menimbulkan penyakit yang justeru dapat mengganggu manusia itu sendiri. Misalnya, penyakit diare, kolera, hingga tifus.
Data yang didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan jumlah sampah pada tahun 2020 di 384 kota di Indonesia mencapai 80.235,87 ton tiap hari. Sebuah angka yang mencengangkan dan menjadi renungan kita bersama. Dari banyaknya kuantitas sampah di atas, diperkirakan 4,2 % akan diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), 37,6% dibakar, dibuang ke sungai 4,9 % dan tidak tertangani sekitar 53,3%. Bahkan, dari 53,3% sampah yang tidak tertangani tersebut dibuang dengan cara yang tidak saniter atau sesuai dengan peraturan. Ya, sungai dan selokan menjadi pilihan favorit untuk membuang sampah-sampah tersebut.
Sejalan dengan kalkulasi angka di atas, menurut perkiraan National Urban Development Strategy (NUDS) tahun 2003 rata-rata volume sampah yang dihasilkan per orang sekitar 0,5-0,6 kg/hari.
[tex] \huge \mathfrak{Detail}[/tex]
- Mapel : Biologi
- Kelas : 9.
- Tingkat : SMP
[tex]\huge\mathfrak\purple{Sele}\mathfrak\blue{sai:}[/tex]